MENIKAH
Berikut aku sebutkan definisi menikah dari berbagai sumber :
- Menurut KBBI, nikah adalah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.
- Menurut Oxford Language, the legally or formally recognized union of two people as partners in a personal relationship (historically and in some jurisdictions specifically a union between a man and a woman).
- Menurut Wikipedia, Marriage, also called matrimony or wedlock, is a culturally and often legally recognized union between people called spouses. It establishes rights and obligations between them, as well as between them and their children (if any), and between them and their in-laws.
- Menurut Psychology Today, Marriage is the process by which two people make their relationship public, official, and permanent. It is the joining of two people in a bond that putatively lasts until death, but in practice is often cut short by separation or divorce.
Menurut empat definisi diatas, menikah itu,
sebagian besar, menyebutkan bahwa menikah adalah penyatuan dua orang
secara legal (sah) dimata hukum. Buat saya, definisi mana yang tepat
atau benar, saya juga tidak tahu, karena setiap orang memaknai sebuah
pernikahan dengan berbeda.
Oke, mari kita bercerita.
To be finally married is definitely a long winding road journey.
Untuk
memutuskan akhirnya menikah memang bukanlah sebuah keputusan yang saya
ambil berdasarkan umur, teman-teman seumuran sudah memiliki anak apalagi
iri. Menikah itu bagi saya, murni karena saya merasa memang sudah tepat
rasanya dan tepat pula orangnya. Saya pernah merasa bahwa menikah
bukanlah jalan hidup saya karena saya bukan ‘marriage type’ selain
karena melajang cukup lama, pun saya tidak membayangkan untuk hidup
dengan seorang lelaki selama hidup saya. Saya tergolong orang yang egois
dan tidak sabaran, I don’t know how a man can cope with that, haha …
belum lagi seumur hidup saya, saya tergolong wanita yang mandiri.
Berbagi hidup dengan manusia lain adalah sesuatu yang saya takutkan.
Saya takut menyakiti orang tersebut dan saya takut bahwa saya gagal.
Ketakutan yang wajar, namun tidak mudah untuk diterima.
Sebelum
menjalani hubungan dengan suami saya sekarang, saya pernah menjalani
hubungan selama sepuluh tahun. Untuk orang lain, mungkin itu seperti
‘wasting time’, namun buat saya itu adalah pengalaman dan pelajaran,
sama sekali tidak ada penyesalan. Setelah itu, saya menjomblo selama dua
tahun. Saya menyibukkan diri dengan pekerjaan dan teman-teman. Sampai
orangtua saya menanyai saya apakah saya ingin menikah, karena mereka
melihat saya sama sekali tidak menunjukkan keinginan untuk itu. Life was
spinning around work, friends but not me. It’s not a waste, it was
surviving.
Life is not a game to win.
Dalam
perjalanan itu, saya mengerti bahwa hidup ini terbagi dalam beberapa
fase yang bagi setiap orang akan berbeda. Itulah kenapa membandingkan
hidup dengan orang lain memang bukanlah cara yang baik untuk menjalani
hidup karena ya memang berbeda satu dengan yang lain. I won’t try to win
this game because from the beginning, you aren’t a winner or a loser,
you are a person. Ketika itu, saya mensyukuri saja bahwa memang ‘waktu’
saya belum datang. Saya masih diberi kemampuan untuk bekerja dan
bersosialisasi dengan teman-teman saya. I embraced that moment because
why not?
Saya merasa bahwa saya semakin mengenal diri
saya. Walaupun mengenal diri tidak sama dengan mengetahui sepenuhnya apa
yang diinginkan, namun paling tidak saya tahu saya ini orang yang
seperti apa sehingga saya punya harapan orang seperti apa yang kelak
akan menjadi pendamping saya. Mengenal dirimu dengan baik memang sepaket
dengan menghindari hal-hal atau orang-orang yang dirasa tidak cocok
denganmu. Begitu pula saya. Maka saya juga tidak mengelak ketika saya
dianggap wanita yang sulit atau terlalu pemilih. I mean, of course we
have to choose, right?
Don’t be too picky, then no one will pick you.
Saya
rasa frasa ini sudah sering didengar ya, ‘gak usah terlalu pemilih,
nanti gak laku-laku lho ..’ In the contrary, YOU MUST CHOOSE!
Ketika
itu, saya wanita lajang usia 34 tahun. Menurut orang kebanyakan, market
saya sudah terbatas. Tidak banyak ‘ikan’ di laut untuk wanita di usia
saya. I don’t give a damn attention to that. Masalahnya bukan banyak
ikannya, tapi masalahnya adalah kolam mana tempatmu memancing. Kalau
kamu memancing di kolam lele padahal kamu menginginkan ikan mujair,
salah tempat kan? Belum lagi, umpanmu apa?
Disitulah
pentingnya untuk mengenal diri kita dan mengetahui keinginan kita.
Menunjukkan kemampuan kita dan mengembangkan bakat atau menambah
pengetahuan kita merupakan daya tarik tersendiri. Saya rasa cantik atau
menarik secara fisik adalah satu hal, namun yang tak kalah penting
adalah kemampuan diri atau bakat diri yang juga harus dimiliki.
Saya
juga bukan tipe wanita yang menarik secara fisik. Saya hanya memiliki
kemampuan dan ketertarikan untuk beberapa hal. Those what keep me going.
Life is a mystery, indeed.
Suami
saya sekarang adalah orang yang sudah saya kenal sejak kuliah, yang
artinya saya sudah kenal dia kurang lebih 15-16 tahun yang lalu. Kami
memiliki ketertarikan yang sama dengan buku dan fotografi. Untuk
fotografi, dia lebih mahir karena saya hanya bias ambil foto dengan
handphone saya. Ketika saya bertanya kepada dia kenapa memilih saya, dia
menjawab karena saya menarik. Full stop. Tidak ada penilaian secara
fisik atau fakta-fakta cute tentang saya.
Saya sebut
bahwa hidup adalah misteri karena kamu benar-benar tidak tahu kemana dan
pada siapa hidup akan membawamu. Suami saya sekarang ini sering
‘bersliweran’ di kehidupan saya. Sering ketemu secara tidak sengaja dan
pernah sekali ketemu yang memang disengaja, tahun 2017, atas inisiatif
saya, namun ketika itu saya tidak memiliki rasa apa-apa terhadapnya dan
murni karena saya merasa ‘nyambung’ ngobrol dengan dia.
Saya
tidak memiliki tipe tertentu untuk masalah pria, namun saya memiliki
syarat mandatory yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut bukan
misteri ya, karena syarat-syarat itu menuntun saya untuk menentukan
pilihan juga. You must have certain ambitions in life although you
aren’t an ambitious person because somehow that certain ambitions will
lead you instead of misleading you.
Pada akhirnya saya
menentukan pilihan untuk menikahinya memang didasari atas asas
melengkapi satu sama lain. Saya sadar bahwa kami berdua bukan manusia
sempurna namun kami meyakini bahwa kami mampu melengkapi satu sama lain.
We are completing each other, not competing to each other. Saya pribadi
tidak ingin membuktikan apa-apa ke suami saya. Daripada membuktikan
apa-apa, mendingan menerima saya apa adanya saja. Vice Versa.
At the end of the day …
Pada
akhirnya, hidup belum berakhir kok. Bagi saya, menikah mungkin saja
membuka kesempatan baru atau menikah mungkin saja membuat saya semakin
mengenal diri saya. Saya memiliki peran baru sebagai partner hidup
seseorang. Saya tidak hidup sendiri. Saya juga harus memikirkan orang
lain. Saya berharap hidup saya semakin bermanfaat dan saya berharap
hidup saya juga bahagia. I am still juggling with marriage life but who
doesn’t?😊
Comments
Post a Comment