Manut apa Nunut?

Beberapa kawan merasa bahwa saya terlalu 'manut' sama bapak ibu saya. Gak berani mengambil kesempatan dan gak mencoba untuk keluar dari zona nyaman. Mereka bilang, sampai kapan saya mau didikte seperti itu? 

Ini memang abad ke 21. Globalisasi. Tak tabu lagi untuk 'stating' kalo kamu gay, lesbian, hamil diluar nikah dan sebagainya yang dirasa kalo jaman dulu terlalu 'mainstream'. Kamu gak keren kalo kamu gak 'rebellious'. Break the rules itu cool. What else?

Saya dibesarkan di keluarga yang biasa saja. Kedua orang tua saya bekerja. Hubungan kami tidak terlalu dekat, tapi mereka mendidik saya untuk 'manut karo wong tuo' dan menghormati orang yg lebih tua secara usia. Tata krama deh pokoknya. Jika dirasa ada yang kurang sepaham dengan didikan mereka, pasti dilarang. Saya rasa hampir semua ortu mengajarkan hal-hal seperti itu juga ya ke anak mereka. 

Ke lingkungan pergaulan saya yuk. Pergaulan saya lebih beragam dan gak 'monotonous' seperti kehidupan keluarga saya. Lingkungan pertemanan saya beragam. Dimulai dari SMP, saya sekolah  di sekolah Katolik, kebetulan saya muslim. Mata pelajaran Agama based nya juga Katolik dan diberi alkitab seukuran saku. Setiap Jumat saya ikut ibadah Misa di gereja. Ibu saya cemas tuh saya dapat Alkitab. Kedewasaan memahami perbedaan agak terukir di benak saya. Pengetahuan baru.

Beranjak ke SMA. Saya masuk ke SMA Kristen. Bahkan sahabat pertama saya orang Kalimantan. Saya gak hanya berhadapan dengan keyakinan yang berbeda tapi juga suku / etnis yang beragam di sekolah. Lalu sahabat saya selanjutnya berasal dari Jakarta dengan 'personality' yang sangat Jakarta banget! Mengagetkan sih, tapi saya mampu bertahan 😊. Sahabat selanjutnya berasal dari kota yang sama tapi berasal dari etnis Tionghoa. Pada awalnya ada sedikit kebingungan dengan budaya Kalimantan, Jakarta & Tionghoa dan saya Jawa sekali. Lalu saya pun melewatinya dan masih berteman hingga detik ini. 

Nah, dunia perkuliahan. Hal-hal mainstream semakin banyak terjadi. What to do? Ya menjalaninya saja, fokus saya adalah kuliah saja. Menikmati hal-hal yg dianggap mainstream oleh orang tua saya sudah sehari-hari dihadapi. Just seeing sih, not doing them. Pengetahuan lagi. 

Saya itu tipikal orang yang lebih suka mengamati dan absorb inti dari semua yang saya hadapi. Jarang ada aksi yang gimana. That is why, seperti di paragraf awal tadi, temen-temen saya merasa saya itu 'lempeng' banget. Kurang rebelious. 

Ada kala dimana 'manut' itu membosankan. Sangat. Tetapi menghormati orang tua saya dengan cara 'manut' itu tadi membuat saya merasa lebih baik. Apa yang sudah mereka beri kepada saya sepertinya 'beyond everything'. 

'Manut' tapi tidak 'Nunut'. Apa maksudnya? Nunut itu ngikut (info saja). Esensi dari Manut itu gak melulu hidup saya hanya melulu dengan mereka. Saya harus mandiri, baik secara finansial maupun pendirian. Tugas mereka mengajarkan hal-hal baik sebagai 'sangu' untuk hidup saya agar gak selalu 'Nunut'.

Memanglah hidup yang sudah saya jalani seperempat abad ini belum ada apa-apanya dan gak terlalu 'mainstream' sehingga kurang keren, tapi saya percaya 'I am in a good track'. Hal-hal yang saya hadapi ataupun amati menjadi bekal saya untuk mandiri secara pemikiran hingga punya pendirian. Saya 'manut', tapi saya gak 'nunut'. 

Comments

  1. Well I believe that u're more than just "in a good track".
    And I always think that you are so awesome to stay as what u are,
    while being surrounded with ur -borrowing your words- 'mainstream' friends.
    wwww....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts