Hidup itu Pilihan atau Dipilihkan?

 

Semakin bertambahnya usia, semakin banyak dan semakin pelik masalah yang dihadapi. Ketika masalah tersebut muncul, kita seperti menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain atas apa yang menimpa. Lalu muncul pertanyaan kenapa menyalahkan? Sesuatu yang menimpa kita itu bukankah hasil dari pilihan sadar kita? Atau ternyata dipilihkan?

Orang bilang, hidup itu hanya sekali, bukankah harusnya dinikmati?

Menikmati hidup, bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Tidak hanya secara makna, namun juga bagaimana cara mereka menikmati hidup. Untuk budaya timur seperti Indonesia, konsep menikmati hidup masih terdengar asing, karena kebanyakan dari masyarakat kita tidak memiliki kebebasan memilih jalan hidup. Keluarga khususnya orang tua memiliki otoritas terhadap hidup anak dengan menggunakan padanan kata ‘mengarahkan’. Pun system Pendidikan kita juga masih berbentuk ‘one-way communication’ yaitu komunikasi satu arah dimana guru yang masih menjadi pusat dan murid tidak dilatih untuk mengelaborasi sebuah ide atau konsep tertentu sehingga tidak ada ruang bagi murid untuk berbicara atau berdebat mengenai hal-hal yang disampaikan karena … tidak biasa.

Pendekatan agama yang semakin banyak dipakai juga mempengaruhi cara masyarakat memaknai ‘menikmati hidup’. Saya tidak mengkhususkan agama tertentu dalam hal ini, karena bagi saya, agama itu urusan manusia dengan Sang Pencipta. Namun tentu Sebagian besar atau mungkin kita semua setuju bahwa hidup ini sudah diatur oleh Tuhan. Apa yang ada didepan mata, itulah hidup yang diberikan. Ajaran untuk bersyukur juga membuat manusia puas atas apa yang sudah didapatkan. Konsep menikmati hidup dan memilih jalan hidup kelihatan lebih tepat untuk disebut menjalani takdir yang sudah digariskan oleh Sang Pencipta.

Namun tidak sedikit pula masyarakat kita yang sudah tidak menerapkan konsep konvensional diatas.  Dengan perubahan cara hidup yang mempengaruhi gaya hidup, bentuk pendidikan yang juga polanya sedikit berubah dan pengaruh social media sehingga sudah tidak terasa batas wilayah, waktu dan budaya. Orang semakin peduli bahwa hidup adalah seutuhnya pilihan mereka sendiri. Pemikiran bahwa mereka tidak mau menyesali pilihan hidup di kemudian hari dan menyadari bahwa sebenarnya hidup memberikan banyak pilihan sehingga mereka tidak takut untuk mencoba.

Kesadaran akan pentingnya bahwa hidup memberikan banyak pilihan juga merupakan konsep baru. Didalamnya juga termasuk pengambilan resiko. Generasi yang menyadari bahwa hidup bukan hanya mengalir dan mengikuti jalan yang sudah ada, namun mereka bahkan berani untuk membuat aliran sendiri dan berani berbelok dari jalan yang sudah ‘ditakdirkan’ tersebut. Mereka menyadari bahwa perbedaan adalah keniscayaan, sehingga toleransi, maklum dan menghargai pilihan lain dari ‘umumnya’ bukanlah hal yang tabu.

Lalu apakah menjalani hidup dan menikmati hidup adalah dua hal yang berbeda?

Buat saya pribadi, itu merupakan dua hal yang berbeda. Menjalani hidup adalah menyadari bahwa hidup akan penuh tantangan dan tidak akan mudah sehingga usaha yang keras pun jelas akan dibutuhkan dan biasanya kepuasan dan kebahagiaan adalah hasil dari perjuangan tersebut. Untuk menikmati hidup, bahwa dirasa hidup sudah mapan tinggal mengalir saja, gak ngoyo kalau kata kawan saya yang juga satu pemikiran dengan saya. Ungkapan ‘gini aja udah bahagia’ pernah dengar kan? Nah kurang lebih seperti itu. Perbedaannya terletak di letak dari kepuasan. Jika menjalani hidup, masih belum diketahui apakah ujungnya akan memuaskan atau tidak, jika menikmati hidup, mereka sudah merasa mendapatkan kebahagiaan atau kepuasan dalam hidup didepan sehingga kenyamanan sudah terasa tinggal menjalani yang sudah ada.

Pada akhirnya, apakah hidup ini pilihan atau sebenarnya sudah dipilihkan?

Jawabannya adalah pada bagaimana kita memandangnya. Ada yang memandangnya secara brutal bahwa memang secara sadar kita memilih apapun resikonya akan ada pada diri kita, namun ada juga yang memandangnya dengan pandangan bahwa semua sudah digariskan atau dipilihkan Tuhan memang bagusnya begitu sehingga buat apa menyalahkan diri sendiri.

Comments

Popular Posts