Skip to main content

Posts

DITANYA KAPAN

  Momen lebaran kali ini, seperti tahun sebelumnya dan tentu bukan hanya saya, namun seluruh manusia seantero jagad raya Indonesia juga mengalami apa yang saya alami yaitu ditanya ‘kapan’. Pertanyaan tersebut juga tergantung pada kondisi masing-masing. Semisal masih lajang, akan ditanya kapan mau nikah, kalau kamu sudah menikah dan belum memiliki momongan akan ditanya kapan punya momongan dan kalua kamu sudah menikah dan sudah punya anak biasanya ditanya kapan nambah momongan. Kapan …. Kapan merupakan kata tanya yang menunjukkan waktu atau sesuatu dimasa depan. Buat saya, yang menanyakan kapan itu juga memaksa kita untuk merencanakan atau menjawab tentang sesuatu yang bahkan kita sendiri pun masih belum mengetahui apakah itu akan terjadi atau tidak, apalagi harus menentukan waktu. Rasanya seperti ditanya kapan akan mati, yang tentu saja tidak ada yang tahu. Jadi, kenapa masyarakat kita begitu terobsesi pada pertanyaan ‘kapan’? Nampaknya bagi mereka, hal tersebut merupakan bag...

GLORIA ALLRED

  Gloria Allred adalah pengacara dari Amerika yang berfokus pada isu-isu hak perempuan. Dia menangani kasus pelecehan seksual besar seperti kasus Bill Cosby dan kasus Harvey Weinstein. Gloria sudah memulai pergerakan yaitu kepedulian terhadap isu-isu perempuan sekitar tahun 1970-an. Sembari menulis ini, saya sedang menonton documenter beliau di Netflix. Kenapa perempuan harus dibela? Kenapa perempuan harus diperjuangkan hak-haknya? Perempuan dianggap manusia kelas dua. Perempuan dianggap tidak begitu kuat. Awalnya saya pikir mungkin ada benarnya bahwa perempuan memang seperti itu, namun seiring berjalannya waktu, kuat tidaknya seorang perempuan tergantung pilihan dari perempuan tersebut. Gloria Allred menunjukkan hal tersebut di dalam documenter nya yang membuat saya berpikir bahwa perempuan memang harus kuat, karena dunia menuntut perempuan untuk menjadi seperti itu. Perempuan lahir ke dunia sudah membawa beban tersendiri. Di satu sisi, perempuan diharapkan untuk menjadi sosok...

Hidup itu Pilihan atau Dipilihkan?

  Semakin bertambahnya usia, semakin banyak dan semakin pelik masalah yang dihadapi. Ketika masalah tersebut muncul, kita seperti menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain atas apa yang menimpa. Lalu muncul pertanyaan kenapa menyalahkan? Sesuatu yang menimpa kita itu bukankah hasil dari pilihan sadar kita? Atau ternyata dipilihkan? Orang bilang, hidup itu hanya sekali, bukankah harusnya dinikmati? Menikmati hidup, bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Tidak hanya secara makna, namun juga bagaimana cara mereka menikmati hidup. Untuk budaya timur seperti Indonesia, konsep menikmati hidup masih terdengar asing, karena kebanyakan dari masyarakat kita tidak memiliki kebebasan memilih jalan hidup. Keluarga khususnya orang tua memiliki otoritas terhadap hidup anak dengan menggunakan padanan kata ‘mengarahkan’. Pun system Pendidikan kita juga masih berbentuk ‘one-way communication’ yaitu komunikasi satu arah dimana guru yang masih menjadi pusat dan murid tidak dilat...

BERANI PUNYA MIMPI

Ketika sosok Pandji Pragiwaksono akhirnya memutuskan untuk menjalani mimpinya jadi stand-up comedian di New York City. Pertama kali nonton video youtube nya waktu dia cerita gimana akhirnya memutuskan untuk menjalani mimpinya itu, bikin saya nangis. Iya, nangis. Menangis karena ikut Bahagia namun sekaligus juga nangis karena sedih. Let me elaborate the sadness. Punya mimpi itu konsep yang bertahun-tahun lalu terasa tabu. Iya, punya mimpi itu tabu banget karena sebelum ini, saya hanya diajarkan untuk menjalani hidup aja dan menjadi seseorang yang mengikuti alur hidup yang udah normal di masyarakat. Sayangnya, saya gak bisa mengikuti alur tersebut karena surprisingly, saya punya impian. Pada akhirnya saya berani. Mimpinya apa sih? Mimpi saya adalah sampai New York City. NYC selalu membawa magnet tertentu yang bikin saya bilang, “harus nyampe sana”. Dulu mikirnya jadi turis aja, tapi konsep tinggal di luar negeri yang dulu mengawang, sekarang nampak nyata. Mungkin bagi yang baca dan bel...

Yoga and The Struggling (a)company

Sudah terlalu lama tidak menulis blog. Semenjak rehat sejenak dari menulis, saya mulai rajin olahraga, Yoga. Kalau untuk pekerjaan sih masih berkutat dengan karyawan korporat bidang perbankan saja. Jadi bagaimana saya bisa mendadak tertarik dengan olahraga Yoga?             Berawal dari resign dari perusahaan sebelumnya, dimana rentang waktu untuk dapat pekerjaan baru ini sekitar 9 bulanan. Lebih sering dirumah and doing nothing dan badan mulai terasa tidak nyaman dan sebagai manusia merasa tidak berguna. Saya sadar bahwa saya tidak mampu berolahraga yang ‘cepat’. Lalu ada kawan saya yang mengajak saya untuk menjalani olahraga yoga. Percaya diri saja sih, dan untungnya langgeng sampai sekarang. Mulai dari situ saya sadar bahwa saya ini butuh olahraga. Olahraga bukan untuk gaya-gayaan biar dibilang sehat dan semacamnya. Apalagi buat saya yang seharian dikantor, tidak olahraga adalah kesalahan. Bertambahnya usia memang makin butuh ...

MENJADI 'TUA'

‘Inget umur lho ...’ Ujaran diatas mungkin bagi beberapa orang sudah tidak dalam level mengganggu, tapi sudah masuk level membosankan. Tidak ada maksud untuk menjadi tidak memperdulikan faktor tersebut dan perhatian yang diberikan, tapi ‘does age define your maturity?’Yang mempertanyakan bermaksud peduli, tapi yang menjalani pun juga memiliki pertimbangan sendiri. Bagi saya pribadi, usia bukan patokan untuk menjadi dasar bahwa harus begini dan harus begitu. Buat saya, setiap manusia, entah pria maupun wanita, memiliki keinginan dan keputusan masing-masing. Apalagi era milenial sekarang dimana kesetaraan gender dan kebebasan untuk ‘pursuing your dream’. Dulu mungkin masih mengagetkan usia 30 tahun belum menikah atau memiliki keturunan, namun sekarang lebih kepada ‘oh, okay.’ Yang tua, yang bijaksana. Ah masa? Saya tidak membicarakan usia ayah saya ya, namun saya membahas usia dewasa yang produktif, walaupun ayah saya yang tahun depan masuk usia 60 tahun pun masih sangat prod...

Sosial Media dan Pilihan Hidup

Tadi pagi, seperti biasa saya scrolling Instagram. Lalu dibagian ‘search’ saya menemukan ada postingan dari pemilik akun tertentu yang mengaku bahwa dia adalah lesbian, lalu seperti bisa ditebak akan banyak komentar di postingan tersebut. Ada yang mendukung bahkan mendoakan namun tak sedikit yang meceramahi bahkan mencemooh pilihan hidup tersebut. Lalu saya beralih ke postingan akun lain yang memilih menjadi seorang transgender. Sama seperti postingan sebelumnya, akan banyak pro dan lebih banyak kontra. Pertanyaannya, apakah masyarakat kita belum siap melihat makin beragamnya pilihan hidup atau pilihan hidup mereka yang (dianggap) salah?             Tidak bisa dipungkiri bahwa sosial media sudah menjadi bagian hidup. Apapun yang kita lakukan atau apapun yang orang lain lakukan semuanya diposting ke akun sosial media masing-masing. Setiap akun memiliki kekhasan sehingga mampu menjadi keunikan pula. Semakin kesini, sosial media me...